19 April 2009

Pro Kontra Pembangunan Kawasan Kota Mandiri Di Poso



POSO: Rencana Pemkab Poso yang akan mengembangkan beberapa wilayah di Kecamatan Lore menjadi kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) terus menuai pro kontra di masyarakat.

Meski sebelumnya Camat Lore Peore Ir.Hofni Kabo menepis adanya segelintir masyarakat yang menolak rencana tersebut yang ditandai dengan surat pernyataan warga Desa Watutawu yang bersedia mendukung dan menyerahkan lahannya untuk dijadikan kawasan pusat KTM seluas 150 hektar.

Namun kenyataannya bukti penolakan masyarakat tersebut kembali mengemuka dihadapan anggota Dewan Kabupaten Poso yang melakukan rapat dengar pendapat dengan masyarakat Lore.

Rupanya polemik masyarakat Lore soal rencana pembangunan KTM langsung ditanggapi serius Dekab Poso dengan menghadirkan seluruh komponen masyarakat di wilayah tersebut.

Dalam hearing yang dipimpin langsung Ketua Dekab Poso S. Pelima, terungkap dua keinginan masyarakat yang bertolak belakang. Disatu sisi masyarakat yang menolak KTM, dan disisi lain masyarakat malah mendukung wilayahnya untuk dikembangkan menjadi kawasan KTM.

Ketua Majelis Hondo Adat Drs. Harry Kabi mengungkapkan, agar pemerintah jangan terkesan memaksakan KTM, karena warga belum pernah mengusulkan.

“Saya khawatir jika ini dipaksakan akan berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat antara yang pro dan kontra,” ujar Harry dihadapan 13 anggota dewan yang hadir sambil berharap agar pemerintah memperhatikan aspirasi masyarakat secara bottom up terlebih lagi dengan kondisi menjelang Pemilu saat ini.

“Selain itu APL (lahan) yang dikuasai masyarakat tinggal sedikit, malah didalamnya terdapat pula lahan HGU milik PT. Haspam yang masih kontroversi,” tambahnya.

Pernyataan Harry ini langsung ditanggapi Ketua Lembaga Adat Lore Peore Ir.Alfred Kabo. Ia justru balik menuding pernyataan Harry tidak representatif. “Bagi kami KTM ibarat berkah yang turun dari surga,” tandas Alfred.

Persoalannya kata dia, saat ini sebagian masyarakat Lore belum memiliki rumah yang representatif, karena dalam satu rumah terkadang tinggal 2 sampai 3 kepala keluarga.

“Melalui program KTM ini masyarakat juga akan diperbaiki rumahnya bahkan dalam kawasan KTM akan dibangunkan rumah layak huni bagi masyarakat, apa ini bukan merupakan berkah. Malah bagi kami KTM merupakan jembatan emas terwujudnya Kabupaten Konservasi,” timpalnya.

Ketidak hadiran pihak eksekutif dalam hearing tersebut juga disesalkan masyarakat Lore yang datang ke gedung wakil rakyat. Dengan begitu warga menilai bahwa Pemkab tidak serius dalam menuntaskan persoalan KTM.

“Harusnya eksekutif hadir menjelaskan kepada masyarakat soal ini. Kalau mereka tidak hadir berarti ada yang tidak beres dengan KTM ini,” kecam Ketua BPP Wuasa Gustaf Metusala.

Sementara Ketua Dekab Poso S. Pelima mengatakan, tujuan digelarnya hearing agar sebelum bersikap, dewan terlebih dahulu mengetahui persis persoalan KTM di tengah-tengah masyarakat.

Ngkay (sapaannya) juga mempertanyakan sikap Pemkab Poso yang tidak membahas persoalan KTM dengan melibatkan dewan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menakertrans nomor 214 tahun 2007.

“Sampai hari ini secara kelembagaan dewan tidak pernah dilibatkan soal KTM, terlebih menyangkut master plannya yang harus disusun eksekutif dan diajukan ke dewan berdasarkan mekanisme aturan yang ada,” kritik Ngkay.

Sampai berakhirnya pertemuan, dewan belum menentukan sikap. Dewan masih akan menggelar hearing lanjutan dengan menghadirkan jajaran eksekutif Poso, Kadis Kehutanan Sulteng, BPN, Bapedalda dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng.***

Tidak ada komentar:

Beranda

Mengenai Saya

Foto saya
Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia